Selasa, 23 April 2013

history jurusan


Masih jelas dalam ingatan saya bagaimana persiapan ujian akhir sekolah, lalu disusul dengan persiapan masuk perguruan tinggi. Untuk siswa-siswi yang berprestasi, peringkat sepuluh besar selama 5 semester berturut-turut, akan diberi kesempatan melamar jalur khusus ke Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dengan bebas tes. Dan setiap PTN itu biasanya punya kriteria masing-masing. Begitulah dulu waktu saya sekolah.

Namun, tidak perlu berkecil hati kalau tidak dapat kesempatan jalur khusus. Masih ada tersedia jalur tes. Hanya selanjutnya, perlu dipertimbangkan baik-baik tentang pilihan jurusan serta universitas yang ingin di tuju. Tidak jarang, tindakan gegabah membuat seseorang membuang waktu, tentunya juga biaya. Karena akhirnya memilih mengulang jurusan lain yang berbeda, sementara teman-temannya sudah menapak disemester yang lebih tinggi. Jujur, saya hampir mengalaminya, saya begitu tergoda untuk kembali ke jurusan kedokteran yang kutinggalkan tahun pertama selepas SMA (saya sempat diterima di kedokteran di luar Jakarta).

Syukurnya, untuk urusan akademis saya tidak ada masalah, karena kebetulan dasar perkuliahan teknik sipil itu banyak menggunakan matematika dan fisika serta aplikasinya sehingga beban mengikuti materi perkuliahan tidak banyak. Namun sampai semester 5 kuliah teknik sipil, saya masih mempertanyakan benarkan itu yang saya inginkan? Akhirnya saya menemui seorang dosen saat itu. “Saya ingin kembali mengambil kedokteran.” begitu saya katakan.

Sang Dosen membesarkan hati saya sekaligus membuatku berpikir. Beliau bilang, kamu cukup berprestasi dengan jurusan ini, apa kamu yakin bisa melakukan yang sama di kedokteran? Kamu udah terlanjur basah, kenapa gak mandi sekalian? Toh nanti kalau kamu sudah lulus, lalu ambil kedokteran lagi, kan bisa dapat gelar dua? Singkat kata saya meneruskan teknik sipil dan tak terpikir lagi dengan kedokteran.
***
Memilih jurusan, memang perlu pertimbangan yang matang. Jangan seperti paparan saya di atas, yang berpeluang besar untuk membelokkan dari tujuan.  Kenyamanan hati terkait dengan semangat. Dan semangat erat hubungannya dengan prestasi. Kalau sampai salah memilih jurusan, untuk kembali di titik nol bukanlah hal yang mudah, syukur-syukur pilihan yang diambil kemudian bisa disukai. Kalau tidak? bisa menimbukan banyak masalah seperti:
  • Masalah phisikologis: tidak menikmati perkuliahan

  • Masalah akademis: tidak maksimal dalam perkuliahan, ujungnya nilai yang diperoleh tidak memuaskan

  • Masalah hubungan: minder karena gak bisa mengikuti perkuliahan

  • Kemungkinan terburuk, mengulang jurusan lain dari awal.
.
Namun disisi lain, jangan kawatir berlebih dan menjadi beban berkepanjangan, sekiranya tidak berada di jurusan yang kurang diminati, selama kemampuan akademis masih mendukung. Karena setelah lulus kuliah pun, banyak orang yang bekerja tidak sesuai dengan bidang perkuliahan yang pernah dijalaninya. Tapi, lagi-lagi, bukankah lebih baik jika kita melakukan pekerjaan yang benar-benar kita pahami baik dari segi teoritis? Dan lebih baik lagi kalau kita senangi. Seperti kata Steve Jobs, penemu Apple, kepada mahasiswanya;
.
“Saya rasa anda harus mendapatkan pekerjaan sebagai seorang pelayan sampai anda menemukan sesuatu kegiatan atau pekerjaan yang sangat anda gemari. Beranikan diri anda untuk mengikuti kata hati.”
.
Ya. Melakukan dan menekuni sesuatu hal (jurusan) yang kita suka, tentu akan lebih baik. Oleh karena itu, perihal memilih jurusan adalah langkah paling awal sebelum memilih universitas. Beberapa hal yang mungkin bisa dipertimbangkan:
.
>>Pahami Minat dan Kemampuan, tentukan Jurusan
Ini erat terkait dengan cita-cita. Apa yang kita inginkan, mau jadi apa ke depan… Jangan menerima begitu saja pilihan orang lain sekalipun itu orang tua, saudara atau teman. Juga, jangan lah berpikir, memilih jurusan yang gampang biar cepat lulus. Pemikiran itu tak selamanya berdampak dan memberi hasil baik.
Dan tentunya, alangkah baiknya jika disesuaikan dengan kemampuan akademis. Semisal, kalau minat nya di bidang teknik, maka milikilah pemahaman dasar tentang mata pelajaran hitungan, atau science dengan cukup baik.  Disamping itu, lewat test semacam try out yang diselenggarakan sekolah atau bimbingan belajar secara konsisten beberapa bulan terakhir masa sekolah bisa juga memberi gambaran tentang jurusan yang cocok untuk diambil di jenjang universitas. Dan kabar baiknya lagi, seiring berkembangnya jaman, sudah ada psikotes untuk melakukan test penelusuran bakat dan kemampuan sebelum memulai perkuliahan.
.
>>Kumpulkan Informasi, tentukan Universitas
Dengan perkembangan teknologi saat ini, mendapatkan informasi bukan hal yang sulit. Gunakan beberapa waktu untuk mencari informasi yang dibutuhkan, universitas mana yang menawarkan jurusan tersebut, dalam rating baguskah atau sedang, bagaimana fasilitasnya, dlsbg. Sumber informasi tak hanya internet, bisa saja orang disekeliling, tempat bimbingan belajar atau bahkan mengunjungi langsung universitas yang ingin dituju. Semakin banyak menggali informasi, akan membuat kita mantap menentukan pilihan.
Untuk PTN jelas prosedurnya, namun untuk PTS mungkin perlu lagi mempertimbangkan mengenai status akreditasi universitas.
.
>>Tempat & Biaya
Pertimbangan biaya dan tempat memang erat terkait, semisal, di Jakarta biaya hidup tentu lebih mahal dibanding beberapa daerah lainnya di tanah air. Pertimbangan ini penting karena tidak bisa dipungkiri bahwa alasan finasial sering membuat study seseorang terancam terhenti ditengah perjalanan. Namun seperti kata pepatah, dimana ada kemauan disitu ada jalan. Jangan pernah patah semangat, cari informasi beasiswa, peluang untuk mendapat keringanan biaya ataupun kerja paruh waktu untuk mencukupi kebutuhan hidup. 
.
>>Prospek Kedepan
Pertimbangan ini juga tak kalah penting.  Apakah jurusan yang dipilih tersebut bisa mengantarkan kita untuk berkarir seperti yang kita idamkan? Untuk mengetahui hal tersebut, banyak lah bertanya, minta nasehat, dan gali sebanyak-banyaknya penjelasan/gambaran tentang jurusan dan universitas diinginkan. Seperti pada akhirnya saya mengetahui, bahwa kuliah kedokteran di Jerman itu ternyata tidak lah lebih mahal dari universitas swasta di tanah air, padahal, perkuliahan kedokteran tersebut diadakan di universitas pemerintah yang tentunya setara dengan universitas negeri di Indonesia.
.
Nyatanya, mengecap pendidikan di universitas sekalipun tidak selalu menjamin untuk kemudahan mendapatkan pekerjaan di masa kini. Ada banyak lulusan universitas yang tidak mendapatkan pekerjaan atau menunggu beberapa waktu untuk bisa mendapatkan pekerjaan. Satu strategi dasar yang perlu dipersiapkan sejak dini untuk menghadapi segala persaingan, tak lain adalah “kualitas”. Jangan pernah  tanggung-tanggung untuk mempelajari sesuatu. Dan seseorang yang menjalani jurusan yang disukai serta sesuai bakat dan kemampuan, tentu akan lebih menikmati proses perkuliahan dengan kata lain lebih dekat kepada lulusan berkualitas.
Semoga dengan segala pertimbangan dan persiapan yang baik, study yang direncakan bisa berhasil. Mari meminimalkan timbulnya kemungkinan masalah (tidak mendapat pekerjaan) di depan dengan membuat pilihan terbaik di hari ini.
Semoga catatan sederhana ini bermanfaat. Sukses selalu.

beragam cerita salah jurusan



Bayu teman saya semasa SMA cukup pintar di mata pelajaran akuntansi, dia pun sepertinya punya passion di akuntansi. Sayangnya saat penjurusan, orang tuanya yang seorang dokter meminta dengan sedikit memaksa bahwa Bayu harus mengambil jurusan IPA supaya kuliahnya bisa ambil jurusan kedokteran. Dengan setengah hati Bayu menuruti keinginan orang tuanya, nilai-nilai pelajaran IPA nya seperti biologi, matematika, fisika dan kimianya tidak buruk, tetapi juga ga semaksimal nilai akuntansinya semasa kelas 1 SMA.

Akibat Salah Memilih Jurusan di Perguruan Tinggi



Memilih jurusan di perguruan tinggi sering diwarnai alasan-alasan 
pragmatis. Mudah mendapat pekerjaan, uang, dan imej merupakan alasan-alasan yang dominan. Mengambil jurusan sesuai dengan bakat belum merupakan tren. Bakat yang menonjol pun bisa kurang berkembang Itu saya alami ketika mau kuliah. Saya memilih jurusan yang tidak sesuai dengan kepribadian saya.

Saya tidak memahami pentingnya mengembangkan bakat ketika masih di SMA. Juga tidak ada informasi dari guru ataupun orang tua pentingnya mengambil jurusan sesuai bakat. Yang terlintas dalam pikiran adalah bagaimana agar punya gelar dan bisa kerja. Bagi orang tua saya pun- itu sudah cukup.

Setelah lulus SMA tahun 1982, saya berangkat ke Jakarta dengan naik kapal laut Tampomas. Setelah tiba di Jakarta, besoknya saya langsung berangkat ke Bandung untuk mengikuti ujian PERINTIS I, sebutan untuk ujian saringan masuk ke perguruan tinggi kelompok I (USU, UI, IPB, ITB, UNPAD, UGM, UNBRAW, ITS) pada waktu itu.

Ditemani oleh kenalan yang sudah dua tahun di Bandung, saya mengisi formulir pendaftaran ujian PERINTIS I. Saya tidak ragu memilih Teknik Elektro sebagai pilihan pertama, tetapi tidak punya opsi untuk pilihan kedua. Hampir setengah jam saya mempertimbangkan pilihan kedua. Saya tidak punya hasil test kepribadian yang bisa menolong untuk memilih jurusan.

Kenalan saya memberi beberapa usulan. Ia menawarkan jurusan Teknik Mesin, Teknik Industri, Teknik Kimia, Teknik Pertambangan dan Geologi. Semuanya saya tolak. Saya menolak jurusan Teknik Mesin karena takut tidak lulus. Ranking jurusan Teknik Mesin hampir sama dengan jurusan Elektro pada waktu itu. Bila gagal di jurusan Teknik Elektro, kemungkinan besar akan gagal juga di jurusan Teknik Mesin.

Saya menolak Teknik Industri karena jurusan ini menawarkan mata kuliah ekonomi, topik yang tidak saya sukai di SMA. Jurusan Teknik Kimia juga saya tolak karena kapok dengan pelajaran Kimia Karbon di kelas III SMA. Jurusan Teknik Pertambangan dan Geologi saya tolak karena tidak pernah mendengar jurusan-jurusan ini.

Kenalan saya menawarkan usulan terakhir. "Bagaimana kalau jurusan Teknik Perminyakan?" "Jurusan ini tentang apa?" tanya saya. Ia menjawab, "Kalau lulus dari Teknik Perminyakan uangnya banyak." Langsung saya jawab, "Ini saja." Saya pun memilih jurusan Teknik Perminyakan sebagai pilihan kedua.

Beberapa waktu kemudian, hasil ujian PERINTIS I diumumkan. Ketika saya baca hasilnya di koran, nama saya tidak muncul di jurusan teknik Elektro, tetapi muncul di jurusan Teknik Perminyakan ITB. Saya sangat senang.
Namun, hanya dua bulan saya menikmati kuliah di Teknik Perminyakan. Setelah itu, minat kuliah sirna. Di samping itu, ada beberapa hal yang membuat minat saya semakin memudar kuliah pada jurusan ini. Dan ini terus berlanjut sampai studi di luar negeri pada jurusan yang sama lewat bantuan beasiswa PERTMINA.

Setelah lulus kuliah, saya diterima bekerja Departemen Engineeering di Marathon Petroleum Indonesia Ltd. Namun, tidak ada gairah untuk bekerja. Kinerja tidak begitu menonjol. Belasan tahun saya 'mengembara di padang pasir', mengerjakan pekerjaan yang tidak sesuai dengan bakat.

Pada tahun 1996 saya memutar haluan professi. Saya meminta agar dipindahkan ke bagian SDM, pekerjaan yang sesuai dengan bakat saya pada waktu itu. Menejemen menyetujui permohonan saya. Mulailah ada gairah dalam pekerjaan sekalipun tidak semulus yang saya harapkan. Sampai hari ini pemikiran mengerjakan pekerjaan sesuai bakat terus tertanam dalam pikiran saya.

Renungan:
  • Bila Anda ingin kuliah, pilihlah jurusan yang sesuai dengan bakat Anda agar tidak banyak waktu yang terbuang percuma di kemudian hari. Ini akan menjadi bekal untuk memilih pekerjaan sesuai dengan bakat. Hindarilah memilih jurusan karena alasan uang atau mudah-mendapat-kerja.
  • Bila Anda telah mengambil jurusan yang salah, pertimbangkanlah untuk mengganti jurusan. Bila Anda terlanjur salah mengambil jurusan, dan sekarang sudah bekerja dan merasa tidak begitu menonjol pada pekerjaan Anda, pertimbangkanlah untuk mengganti pekerjaan. Ambillah langkah-langkah untuk memilih pekerjaan sesuai bakat Anda.